Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Justisi : Jurnal Ilmu Hukum

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN UPAYA PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA KARAWANG Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 1 (2019): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v4i1.983

Abstract

Abstrak Pentingnya pelaksanaan pembinaan pada narapidana dalam upaya mengembalikan stigma negatif agar menjadi masyarakat yang baik sangatlah penting dilakukan, tidak hanya bersifat materiil atau spiritual saja melainkan keduanya harus berjalan dengan seimbang. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Karawang, serta menemukan faktor-faktor penghambat/kendala dalam pelaksanaan pembinaan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-empiris, dengan mengedepankan wawancara langsung di lapangan (field research). Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari ketentuan ini, dapat dijadikan ukuran dalam pelaksanaan pembinaan tersebut dalam berjalan dengan efektif atau sebaliknya. Pertimbangan upaya pelaksanaan pembinaan akan menjadikan bekal bagi narapidana setelah menjalani hukuman dalam lembaga dan selanjutnya kembali pada kehidupan masyarakat (resosislisasi). Kata Kunci : efektivitas, pembinaan, narapidana Abstract The importance of implementing guidance to prisoners in an effort to restore negative stigma to be a good society is very important, not only material or spiritual but both must run in a balanced way. This study aims to determine the effectiveness of the implementation of coaching of prisoners by Class IIA Penitentiary officers in Karawang, as well as discovering inhibiting factors / constraints in the implementation of the coaching. The research method used is a juridical-empirical method, by prioritizing direct interviews in the field (field research). The implementation of guidance for prisoners is technically regulated in Government Regulation Number 31 of 1999 concerning Guidance and Guidance of Prison-Assisted Citizens. From this provision, it can be used as a measure in the implementation of the coaching in running effectively or vice versa. Consideration of the efforts to carry out coaching will provide provisions for prisoners after serving their sentence in the institution and subsequently returning to community life (resosialization). Keywords : effectiveness, coaching, convict
KAJIAN BUDAYA HUKUM PROGRESIF TERHADAP HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM PADA MAFIA PERADILAN (JUDICIAL CORRUPTION) DI INDONESIA Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2017): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v2i1.401

Abstract

Abstrak Penegakan hukum di Indonesia saat ini sangatlah jauh dari konsep negara hukum (rechtstaat), dimana idealnya hukum merupakan yang utama atau panglima, di atas segi politik dan ekonomi. Suburnya judicial corruption (pengadilan yang korup) dalam setiap proses-proses peradilan saat ini yang mengakibatkan hancurnya sistem hukum. Sistem penegakan hukum dengan “one roof system” secara konseptual akan memberikan jaminan terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka, lepas campur tangan kekuasaan ekstra yudisial. Maka dari itu, tindakan mafia peradilan (judicial corruption) yang melibatkan para penegak hukum di dalamnya dapat diberantas, apabila para pemegang peran komitmen serta konsisten dengan tujuan reformasi pengadilan yang telah memperkuat prinsip independensi dan imparsialitas pengadilan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Pentingnya memahami budaya berhukum oleh seorang hakim, mengingat bahwa keyakinan hakim mempunyai peranan dominan dalam memutus suatu perkara di pengadilan, akan tetapi untuk mengetahui apakah putusan itu benar atau salah, adalah suatu hal yang sangat sulit. Maka dari pada itu, dalam pembahasan ini akan menguraikan perilaku dan budaya hukum bagi hakim dalam menegakan hukum dan keadilan dengan menggunakan nilai-nilai pada hukum progresif, sehingga menjadikan sebuah budaya hukum yang progresif pula. Kata Kunci: Budaya Hukum, Hukum Progresif, Penegakan Hukum, Mafia Peradilan.
RAPUHNYA BENTENG KEADILAN DI INDONESIA (Kajian terhadap kekuasaan kehakiman (peradilan) sebagai benteng keadilan dalam Sistem Peradilan Pidana) Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.503

Abstract

Abstrak Penegakan hukum dengan menggunakan sistem peradilan pidana berarti mengimplementasikan bekerjanya dalam setiap tahapan peradilan pidana, yaitu tahapan penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan putusan. Permasalahan konseptual yang menyangkut struktur penegakan hukum pidana, bersumber dari sistem penegakan hukum yang dibangun berdasarkan desain konstitusional. Pasca amandemen ke III terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian juga diikuti terbitnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai peraturan pelaksana, terhadap koreksi pada Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman dijalankan dan dipegang oleh badan peradilan, hal ini sesuai dalam teori maupun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Badan peradilan di Indonesia yang menjalankan kekuasaan kehakiman berdasarkan hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan pengadilan-pengadilan tingkat lebih rendah yang di bawah Mahkamah Agung. Ketentuan tersebut juga diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 Ayat (2). Pengadilan selama ini dijadikan sebagai suatu simbolik bagi masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan hukum khususnya keadilan dari permasalahan atau sengketa-sengketa hukum yang harus diselesaikan. Supremasi hukum akan dapat berjalan secara maksimal tatkala komponen-komponen dalam penegakan hukum yang tersistem ke dalam bentuk sistem peradilan pidana yang integral. Dalam penegakan hukum yang juga berhubungan dengan kekuasaan kehakiman, maka peran yang utama yaitu hakim-hakim pengadilan. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Sistem Peradilan Pidana. Abstract Law enforcement by using the criminal justice system means implementing its work at every stage of criminal justice, namely the stages of investigation, prosecution, trial and implementation of decisions. Conceptual issues concerning the structure of criminal law enforcement are derived from a law enforcement system that is built on constitutional design. After the third amendment to the Constitution of 1945, which was also followed by the issuance of Law Number 48 of 2009 on Concerning Judicial Power as the implementing regulation, against correction to Judicial Power. Judicial power is carried out and held by the judiciary, this is in accordance with the theory and provisions in the legislation. Judicial bodies in Indonesia that exercise judicial authority based on the amendments to the Constitution of 1945 are the Supreme Court, the Constitutional Court and lower-level courts under the Supreme Court. These provisions are also explicitly regulated in the Constitution of 1945 in Article 24 Paragraph (2). The court has been used as a symbolic for the community to achieve legal objectives, especially justice from problems or legal disputes that must be resolved. The supremacy of law will be able to run maximally when the components in systemic law enforcement are in the form of an integral criminal justice system. In law enforcement which also relates to judicial power, the main role is court judges. Keyword: Law Enforcement, Judicial Power, Criminal Justice System.
UPAYA PENEGAKAN HUKUM PADA PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI (STUDI KASUS DI DESA SEDARI KABUPATEN KARAWANG) Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2021): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v6i2.2851

Abstract

Kejahatan merupakan perbuatan yang memiliki dampak merugikan bagi kehidupan masyarakat serta meresahkan terhadap hak-hak yang melekat pada diri manusia. Perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting) merupakan salah satu gejala sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau individu yang menunjukkan kurangnya kesadaran hukum masyarakat, sehingga masyarakat melakukan perbuatan tersebut tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan apabila perbuatan main hakim sendiri diproses oleh aparat penegak hukum. Faktor diantaranya kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hukum; lemahnya penegakan hukum; ketidakpercayaan masyarakat kepada penegak hukum; dan keresahan masyarakat terhadap kasus pencurian yang tidak pernah terungkap. Selanjutnya upaya penegakan hukum terhadap perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting) dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni tindakan pada korban main hakim sendiri dan tindakan pada pelaku main hakim sendiri.